Fasilitas Perpajakan atas Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib

pph1Pendahuluan
Untuk mendorong masyarakat dalam menjalankan kewajiban keagamaan berupa membayar zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, serta untuk lebih meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penggunaannya, maka Wajib Pajak yang membayar zakat melalui badan amil zakat atau lembaga amil zakat dan Wajib Pajak yang memberikan sumbangan keagamaan melalui lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, diberikan fasilitas perpajakan. Fasilitas perpajakan tersebut berupa diperbolehkannya zakat atau sumbangan keagamaan tersebut dikurangkan dari penghasilan bruto. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Pasal 22 disebutkan bahwa “Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.”

Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
Zakat atau Sumbangan keagamaan yang sifanya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:

  1. Zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;atau
  2. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.

Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.
Bukti pembayaran tersebut dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan paling sedikit memuat :

  1. Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar;
  2. Jumlah pembayaran;
  3. Tanggal pembayaran;
  4. Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
  5. Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau
  6. Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank.


Pelaporan Zakat dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dilaporkan dalam:

  1. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang bersangkutan.
  2. SPT Tahunan Pajak Penghasilan suami yang bersangkutan, untuk pembayaran zakat atau sumbangan wanita yang telah kawin yang pengenaan pajaknya digabung dengan suami, dikurangkan dari penghasilan bruto suaminya.
  3. SPT Tahunan Pajak Penghasilan wanita yang telah kawin yang bersangkutan, untuk pembayaran zakat atau sumbangan yang hidup berpisah, melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, dan memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
  4. SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang tua dari anak yang bersangkutan, untuk pembayaran zakat atau sumbangan, pada tahun penghasilan diterima atau diperoleh.

Apabila dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan dalam SPT Tahunan, zakat atau sumbangan keagamaan tersebut belum dibayar, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dapat dilakukan dalam tahun pajak dilakukannya pembayaran; dan
  2. Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa penghasilan bruto telah dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak sebelumnya.

Zakat atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Tidak Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila:

  1. Tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau
  2. Bukti pembayarannya tidak memenuhi ketentuan terkait dengan syarat sahnya bukti pembayaran.

Contoh Kasus
Badu merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha. Badu membayar zakat sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Zakat tersebut tidak disalurkan melalui badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, tetapi secara langsung diberikan kepada perorangan atau keluarga yang berhak untuk menerimanya. Berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan maka zakat yang dibayarkan oleh Badu tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bagi penerima zakatnya dikecualikan dari penghasilan.

Badan/Lembaga Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto adalah:

  1. Badan Amil Zakat Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001 tanggal 17 Januari 2001;
  2. Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai berikut:
    1. LAZ Dompet Dhuafa Republika berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 439 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001;
    2. LAZ Yayasan Amanah Takaful berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 440 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober 2001;
    3. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 441 Tahun 2001 tanggal 8 Oktober2001;
    4. LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 481 Tahun 2001 tanggal 7 November 2001;
    5. LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 523 Tahun 2001 tanggal 10 Desember 2001;
    6. LAZ Baitul Maal Hidayatullah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 538 Tahun 2001 tanggal 27 Desember 2001;
    7. LAZ Persatuan Islam berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 552 Tahun 2001 tanggal 31 Desember 2001;
    8. LAZ Yayasan Baitul Maal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 330 Tahun 2002 tanggal 20 Juni 2002;
    9. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 406 Tahun 2002 tanggal 7 September 2002;
    10. LAZ Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 407 Tahun 2002 tanggal 17 September 2002;
    11. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 445 Tahun 2002 tanggal 6 November 2002;
    12. LAZ Baitul Maal wat Tamwil berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 468 Tahun 2002 tanggal 28 November 2002;
    13. LAZ Baituzzakah Pertamina berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 313 Tahun 2004 tanggal 24 Mei 2004;
    14. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT) berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor  410 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004;
    15. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2007 tanggal 7 Mei 2007;
  3. Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS) sebagai berikut:
    1. LAZIS Muhammadiyah berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 457 Tahun 2002 tanggal 21 November 2002;
    2. LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU) berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 65 Tahun 2005 tanggal 16 Februari 2006;
    3. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI) berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 498 Tahun 2006 tanggal 31 Juli 2006;
  4. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI) berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama Nomor DJ.III/KEP/HK.00.5/290/2011 tanggal 15 Juli 2011;
  5. Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP) berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama Nomor 43 Tahun 2012 tanggal 15 Maret 2012.

Penutup
Apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak pemeluk agama Islam membayar zakat bukan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah maka zakat yang dibayarkan tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Demikian juga apabila Wajib Pajak selain pemeluk agama Islam membayar sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia bukan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, maka pembayaran tersebut juga tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pemerintah tidak mengatur besarnya jumlah zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.  Zakat atau sumbangan keagamaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh pemberi zakat atau sumbangan keagamaan harus didukung oleh bukti-bukti yang sah. Apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan, pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Referensi

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
  4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 254/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
  5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 6/PJ/2011 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
  6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 15/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga Yang Dibentuk Atau Disahkan Oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait